SEBAB-SEBAB LAPANGNYA DADA[1] DAN SEHATNYA
HATI
Pengobatan
yang paling ampuh terhadap penyakit-penyakit hati dan sempitnya dada adalah
dengan cara sebagai berikut:
1.
Mengikuti
petunjuk dan tauhid, sebagaimana kesesatan dan syirik itu merupakan faktor
terbesar bagi sempitnya dada.
2.
Beriman
dengan cahaya iman yang benar, yang dimasukkan oleh Allah ke dalam hati
hamba-Nya juga amal shalih (yang dilakukan seseorang).
3.
Mencari
ilmu yang bermanfaat. Setiap kali ilmu seseorang bertambah luas, maka akan
semakin lapang dan luas pula hatinya.
4.
Bertaubat
dan kembali -taat- kepada Allah yang Mahasuci, mencintai-Nya dengan segenap
hati, serta menghadapkan diri kepada-Nya, dan me-nikmati ibadah
kepada-Nya.
5.
Terus-menerus
dalam berdzikir kepada-Nya, dalam segala kondisi dan tempat. Sebab dzikir
mempunyai pengaruh yang sangat menakjubkan dalam melapangkan dan meluaskan dada,
menyenangkan hati, serta menghilangkan kebimbangan dan
kedukaan.
6.
Berbuat
baik kepada sesama makhluk dengan melakukan berbagai perbuatan baik kepada
mereka sedapat mungkin. Sebab seseorang yang murah hati lagi baik adalah manusia
yang paling lapang dadanya, paling baik jiwanya dan paling bahagia
hatinya.
7.
Mengeluarkan
berbagai kotoran hati dari berbagai sifat tercela yang menyebabkan hatinya
menjadi sempit dan tersiksa, seperti; dengki, kebencian, iri, permusuhan dan
kezhaliman. Dalam sebuah hadits disebutkan, bahwa Rasulullah صلي
الله عليه وسلم pernah ditanya tentang sebaik-baik manusia,
maka beliau pun menjawab:
كُلُّ
مَخْمُومِ الْقَلْبِ صَدُوقُ اللِّسَانِ
"Setiap
orang yang bersih hatinya dan selalu benar/jujur lisannya"
Mereka
berkata: "Mengenai shaduqul lisan (jujur/benar lisannya) kami sudah
mengetahuinya, tetapi apakah yang dimaksud dengan makhmuumul qalbi?"
Beliau menjawab:
هُوَ
التَّقِيُّ النَّقِيُّ لَا إِثْمَ فِيهِ وَلَا بَغْيَ وَلَا غِلَّ وَلَا
حَسَدَ
"Yaitu seseorang yang bertakwa dan bersih,
yang tidak terdapat dosa pada dirinya, tidak zhalim, tidak iri dan juga tidak
dengki."[2]
8.
Keberanian,
sebab seorang yang berani mem-punyai dada yang lebih lapang dan hati yang lebih
luas.
9.
Meninggalkan
sesuatu yang berlebihan dalam memandang, berbicara, mendengar, bergaul, makan
dan tidur. Karena meninggalkan hal itu merupakan salah satu faktor yang dapat
melapangkan dada, menyenangkan hati, dan menghilangkan kedukaan dan
kesedihan.
10.
Menyibukkan
diri dengan amal atau ilmu yang bermanfaat, karena hal tersebut dapat
menghindarkan hati dari hal-hal yang meng-goncangkannya.
11.
Memperhatikan
kegiatan hari ini dan tidak perlu khawatir terhadap masa yang akan datang atau
pada kesedihan yang terjadi pada masa-masa lalu. Seorang hamba harus selalu
berusaha dengan sungguh-sungguh dalam hal-hal yang bermanfaat baginya baik dalam
hal agama maupun dunianya. Juga memohon kesuksesan kepada Rabbnya dalam mencapai
maksud dan tujuan, serta memohon agar Dia berkenan membantunya dalam mencapai
tujuan tersebut. Karena hal tersebut dapat menghibur dari kedukaan dan
kesedihan.
12.
Melihat
kepada orang yang ada di bawah Anda dan jangan melihat kepada orang yang ada di
atas Anda dalam 'afiat (kesehatan, keselamatan) dan hal-hal yang
berkenaan dengannya, juga dalam rezeki dan hal-hal yang berkenaan
dengannya.
13.
Melupakan
hal-hal yang tidak menyenangkan yang telah terjadi pada masa lalu yang tidak
mungkin dicegah, sehingga tidak larut memikirkannya.
14.
Jika
dia tertimpa musibah, maka hendaklah dia berusaha meringankan agar dampak
buruknya bisa dihindari, serta berusaha keras untuk mencegahnya sesuai dengan
kemampuannya.
15.
Adanya
kekuatan hati dan tidak tergoda serta terpengaruh oleh angan-angan dan berbagai
khayalan yang ditimbulkan oleh pemikiran-pemikiran buruk, menahan marah, serta
tidak mengkhawatirkan pada hilangnya hal-hal yang menyenangkan dan datangnya
berbagai hal yang tidak menyenangkan, tetapi menyerahkan segala sesuatunya hanya
kepada Allah عزّوجلّ dengan melakukan faktor-faktor yang
bermanfaat,[3]
serta memohon ampunan dan 'afiat kepada Allah.
16.
Menyandarkan
hati hanya kepada Allah 'M seraya bertawakal kepada-Nya, berbusnudzan (berbaik
sangka) kepada-Nya عزّوجلّ (Dzat Yang Mahasuci lagi Mahatinggi). Sebab
orang yang bertawakal kepada Allah tidak akan dipengaruhi oleh kebimbangan dan
keraguan.
17.
Seseorang
yang berakal mengetahui, bahwa kehidupannya yang benar adalah kehidupan yang
bahagia dan tenang. Karena kehidupan itu singkat sekali, bahkan sangat sebentar,
maka janganlah ia dipersingkat lagi dengan adanya berbagai macam kesedihan dan
memperbanyak keluhan, karena justru hal itu bertolak belakang dengan kehidupan
yang benar dan sehat.
18.
Jika
tertimpa suatu hal yang tidak menyenangkan, hendaklah dia membandingkan dengan
berbagai kenikmatan yang telah dilimpahkan kepadanya, baik yang berupa agama
maupun duniawi. Pada saat membandingkan tersebut maka akan tampak jelas bahwa
kenikmatan yang telah diperolehnya jauh lebih banyak. Selain itu, perlu kiranya
ia membandingkan antara terjadinya bahaya yang ditakutkannya dengan banyaknya
kemungkinan keselamatan, maka kemungkinan yang lemah tidak mungkin mengalahkan
kemungkinan yang lebih banyak dan kuat. Dengan demikian akan hilanglah kesedihan
dan rasa takutnya.
19.
Mengetahui
bahwa gangguan dari orang lain tidak akan memberikan madharat (bahaya) padanya,
khususnya yang berupa ucapan buruk, tetapi hal itu justru akan memberikan
madharat kepada diri mereka sendiri. Hal itu tidak perlu dimasukkan ke hati dan
difikirkan sehingga tidak membahayakannya.
20.
Mengarahkan
pikirannya terhadap hal-hal yang membawa manfaat bagi dirinya, baik dalam urusan
agama maupun dunia.
21.
Hendaklah
ia tidak menuntut terima kasih atas kebaikan yang telah dilakukannya kecuali
dari Allah. Dan hendaklah dia mengetahui bahwa hal tersebut adalah
mu'amalahnya (hubungannya) dengan Allah, sehingga tidak mempedulikan
terima kasih dari orang yang telah diberinya. Allah عزّوجلّ berfirman:
إِنَّمَا
نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنكُمْ جَزَاء وَلَا
شُكُوراً
"Sesungguhnya
kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami
tidak menghendaki balasan darimu dan tidak pula (ucapan) terima kasih." (QS.
Al-Insaan: 9).
(Dan
hal ini (point 21 ini) lebih ditekankan lagi dalam mu'amalah dengan keluarga dan
anak-anak.)
22.
Memperhatikan
pada hal-hal yang bermanfaat dan berusaha untuk dapat merealisasikannya, serta
tidak memperhatikan pada hal-hal yang berbahaya, sehingga otak dan pikirannya
tidak disibukkan olehnya.
23.
Berkonsentrasi
pada aktivitas yang ada sekarang, dan menyisihkan aktivitas yang akan datang
sehingga aktivitas yang akan datang kelak dapat dikerjakan secara maksimal dan
sepenuh hati.
24.
Memilih
dan berkonsentrasi pada aktivitas-aktivitas dan ilmu-ilmu yang bermanfaat,
yakni, mengutamakan yang lebih penting, khususnya yang benar-benar menjadi
keinginan. Dan dalam hal itu hendaklah dia memohon pertolongan kepada Allah,
lalu meminta pertimbangan orang lain, dan jika pilihan itu telah pasti, maka
hendaklah bertawakal kepada Allah.
25.
Menyebut-nyebut
(memuji) nikmat-nikmat Allah, baik yang dzahir maupun yang batin. Sebab dengan
mengetahui dan menyebut-nyebut (memuji) nikmat-nikmat tersebut, maka Allah akan
menghindarkan dirinya dari kebimbangan dan kesusahan, dan Dia memerintahkan
hamba-hamba-Nya agar selalu bersyukur kepada-Nya.
26.
Hendaklah
Anda mempergauli dan memperlakukan pasangan (suami maupun isteri) dan kaum
kerabat serta semua orang yang mempunyai hubungan dengan Anda secara baik. Jika
Anda menemukan suatu aib, maka tidak perlu menyebarluaskan aib tersebut, tetapi
lihat pula berbagai kebaikan yang ada padanya, dan kiranya akan lebih baik jika
dilakukan perbandingan antara keduanya (aib dan kebaikan). Karena dengan
demikian itu, maka persahabatan dan hubungan akan terus langgeng dan dada pun
akan menjadi semakin lapang. Berkenaan dengan hal itu, Rasulullah صلي
الله عليه وسلم bersabda:
لَا
يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً، إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا
آخَرَ
"Janganlah seorang mukmin laki-laki membenci
mukmin perempuan (isteri), seandainya dia membenci suatu akhlaknya, maka dia
pasti meridhai sebagian lainnya. "[4]
27.
Do'a
memohon perbaikan semua hal dan urusan. Dan do'a yang paling agung berkenaan
dengan hal itu adalah:
اللَّهُمَّ
أَصْلِحْ لِي دِينِي الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِي وَأَصْلِحْ لِي دُنْيَايَ
الَّتِي فِيهَا مَعَاشِي وَأَصْلِحْ لِي آخِرَتِي الَّتِي فِيهَا مَعَادِي
وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لِي فِي كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً
لِي مِنْ كُلِّ شَرٍّ
"Ya Allah, perbaikilah bagiku agamaku yang
menjadi benteng bagi urusanku, dan perbaikilah duniaku yang menjadi tempat
kehidupanku, dan perbaikilah akhiratku yang di sana menjadi tempat kembaliku.
Dan jadikanlah kehidupan sebagai tambahan bagiku pada setiap kebaikan, dan
kematian sebagai istirahat bagiku dari setiap kejahatan." [5]
Demikian
juga dengan do'a berikut ini:
اللَّهُمَّ
رَحْمَتَكَ أَرْجُو فَلَا تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ، وَأَصْلِحْ لِي
شَأْنِي كُلَّهُ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ
"Ya Allah, rahmat-Mu yang aku harapkan. Oleh
karena itu, janganlah Engkau menyerahkan aku pada diriku sendiri meski hanya
sekejap mata. Dan perbaikilah keadaanku secara keseluruhan, tidak ada Ilah (yang
berhak di-ibadahi) melainkan hanya Engkau."[6]
28.
Jihad
di jalan Allah. Hal itu didasarkan pada sabda Rasulullah صلي
الله عليه وسلم:
جَاهِدُوا
فِي سَبِيلِ اللهِ فَإِنَّ الْجِهَادَ فِي سَبِيلِ اللهِ بَابٌ مِنْ أَبْوَابِ
الْـجَنَّةِ، يُنَجِّي اللهُ بِهِ مِنْ الْـهَمِّ وَالْغَمِّ
"Berjihadlah di jalan Allah, karena jihad di
jalan Allah merupakan salah satu dari pintu-pintu Surga, yang dengannya Allah
menyelamatkan dari kedukaan dan kesedihan."[7]
Sebab-sebab
dan sarana-sarana ini merupakan pengobatan yang sangat bermanfaat bagi berbagai
penyakit jiwa sekaligus penyembuh yang sangat ampuh untuk menghilangkan
kegoncangan jiwa bagi orang yang merenungkan dan mengamalkannya secara jujur dan
penuh keikhlasan. Dan sebagian ulama pernah menggunakannya untuk pengobatan
beberapa keadaan dan penyakit hati, dan Allah pun memberikan manfaat yang sangat
luar biasa dahsyatnya pada pengobatan tersebut.[8]
1.
Mengenai
hal ini, silahkan melihat penjelasan tentang kelapangan dada dalam Zaadul
Ma'aad (11/23-28), juga al-Wasa'ilul Mufidah lil hayaatis Sa'idah,
karya ‘Allaamah Abdur Rahman bin Nashir as-Sa'adi.
2.
HR.
Ibnu Majah (no. 4216), lihat juga Shahih lbnu Majah (11/411) no.
3397
3.
Contoh
dari hal-hal yang bermafa'at:
-
Menuntut
ilmu syar'i, belajar ilmu syar'i.
-
Mengamalkan
ilmu syar'i, melaksanakan yang wajib-wajib yang sudah diketahui, shalat
berjama'ah, berbuat baik pada orang tua, baca al-Qur'an, baca dzikir, bara
buku-buku yang benar menurut pemahaman sahabat.
-
Bershadaqah,
menolong orang yang kesulitan dan lainnya.
-
Melaksanakan
rukun Islam dan lain-lainnya.
4.
Muslim
(II/1091) no. 1469 (61)
5.
HR.
Muslim (IV/2087) no. 2720 (71)
6.
HR.
Abu Dawud (5090), Ahmad (V/42) - Hasan.
7.
HR.
Ahmad (V/314, 316, 319) dan al-Hakim, dishahihkan dan disepakati oleh
adz-Dzahabi (II/75)
8.
Lihat
Muqaddimatid Wasa 'ilil Mufidah, (cetakan kelima, hal. 6)
0 komentar:
Posting Komentar